Selasa, 05 Oktober 2010

Cerita Dia dan Si Dia

Lebaran kemarin aku mendapatkan sedikit tentang cerita roman. Entah dari mana asal mula kisah tersebut, tiba-tiba muncul begitu saja dari benakku. Tak ada salahnya kan kalau aku memaparkan sedikit kisah ini…
Cerita berawal dari sebuah bukit batuan yang teramat hijau. Dia dan si Dia duduk di atas bongkahan batu karang yang berasal dari bekuan magma gunung berapi. Dia dan si Dia duduk saling menahan punggung masing-masing berlainan arah pandang. Mereka hanya terdiam memandang lembah yang membentang luas dihadapan mereka…,
hijau bak zamrub…
Tetes air hujan di setiap permukaan daun yang terkena sinar mentari, membuatnya semakin berkilauan ke sana kemari secerah senyuman sang bidadari yang mencairkan kebekuan jiwa membatu menjadi lapuk. Angin berhembus dingin dan lembab diiringi suara alam hijau menangisi cinta dan kasih yang terbelenggu oleh kenyataan hidup.

“ Musim hujan sangat menyenangkan…”
“ Membuat segalanya hijau berkilauan…”
“ …Kau suka,…?”
“ Ya,…aku suka.”

Angin semakin kuat berhembus membawa awan-awan hitam pekat yang menyelimuti birunya langit dan menghalangi hangatnya sinar mentari.
Hujan akan datang…!!!
Sebuah musim dimana Dia dan si Dia menyukai suasana alam yang meneteskan air mata. Dia tersenyum sambil memejamkan mata, menikmati indahnya alam, dinginnya angin, lembabnya udara, gelapnya suasana, dan sendunya hati. Sedangkan si Dia hanya memandang lurus ke depan mengosongkan pikiran galau yang membelenggu jiwa.


“ Kau ingat sesuatu…?”
“ Apa…?”
“ Tuhan punya kegemaran di musim hujan.”
“ Ya,…aku ingat.”
“ Kita akan menunggu bukan,…?”
“ Ya,…kita akan menunggu…jangan sampai terlewat.”
“ Aku bersamamu,…dan kau…?”
“ Tentu,…aku bersamamu.”

* Jika engkau dan kekasihmu menengadahkan wajah pada langit yang mendung berawan kelam, menunggu sambaran guntur dan kilatan petir, pada saat ion positif dan ion negative bertemu, pada saat kilatan cahaya menerpa wajah, pada saat itulah Tuhan mengambil fotomu dan menyimpannya pada bintang-bintang di langit sebagai albumnya.

Setelah musim berganti, Saat bintang-bintang mulai bertaburan di langit, Saat sinarnya menghiasi angkasa, Saat itulah Tuhan memperlihatkan albumnya.
Salah satu bintang-bintang yang berkilauan itu berisi gambar engkau dan dia dalam kesatuan jiwa merangkul cinta dan kasih seerat-eratnya.
Walupun tak bersama di dunia, Engkau masih bersamanya di bintang-bintang itu. Selama alam semesta ada, Selama bintang-bintang itu bersinar, Selama bintang-bintang itu beredar,… Selama cinta dan kasih sayang kalian secerah sinar bintang-bintang itu.

Dia dan si Dia menunggu dan terus menunggu. Sampai saatnya tiba sebuah kilatan menyambar…

“ Aku akan mencari bintangku disaat musim berganti…”
“ Aku akan menemukannya…aku akan menemukannya…!!!”

Dia berjalan meninggalkan si Dia yang masih duduk termangu di atas batu karang. Jauh dan semakin jauh tertinggal dalam pandangan tertutup kabut dan derasnya hujan membasahi bumi ini. Sedangkan si Dia menengadahkan wajahnya ke langit dan butiran-butiran hujan itu menghujani wajahnya seperti tusukan beribu-ribu duri.
“ Aku juga suka hujan,…”
“ Karena dalam hujan, tidak akan ada seorang pun yang tahu aku menangis…!!!
” Dan si Dia menangis meneteskan air mata kepedihan dalam derasnya hujan…


( Untuk semua…, yang pernah merasakan pahitnya perpisahan. ) 


dhie . .)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar